Ada satu amalan yang di dalamnya
mengandung keutamaan dunia dan akhirat bagi Wanita. Amalan tersebut sangat
agung sehingga disejajarkan dengan amal-amal besar lainnya. Amalan tersebut
adalah Taat pada Suami.
Bahkan, amalan ini disejajarkan oleh
Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam dengan amalan besar lainnya seperti mendirikan
shalat 5 waktu, berpuasa di bulan ramadhan dan menjaga kemaluan.
Rasūlullōh shallallōhu
’alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﺫَﺍ
ﺻَﻠَّﺖْ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺧَﻤْﺴَﻬَﺎ، ﻭَﺻَﺎﻣَﺖْ ﺷَﻬْﺮَﻫَﺎ، ﻭَﺣَﻔِﻈَﺖْ ﻓَﺮْﺟَﻬَﺎ،
ﻭَﺃَﻃَﺎﻋَﺖْ ﺯَﻭْﺟَﻬَﺎ؛ ﻗِﻴﻞَ ﻟَﻬَﺎ ﺍﺩْﺧُﻠِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻣِﻦْ ﺃَﻱِّ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﺷِﺌْﺖِ
“Jika seorang wanita menunaikan
shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati
suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu
manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dihasan oleh Al Albani,
lihat Shahihut Targhib:1931). Dalam riwayat Ibnu Hibban ditutup dengan lafadz,
...دَخَلَتْ
مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“...maka ia (wanita tersebut) akan masuk
surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”
Sehinga, dapat dikatakan taat-nya wanita
pada suami adalah salah satu potensi besar yang dapat mengantarkannya ke jannah
(surga).
KENYATAAN BERKATA LAIN...
Keagungan amalan ini secara realita
sering disepelekan oleh kebanyakan wanita. Entah karena sebuah hawa nafsu
sesaat atau memang niat untuk mendurhakai suami. Apalagi, didukung dengan arus
liberalisasi dalam tubuh kaum wanita kemudian melahirkan faham feminisme.
Tak elak lagi hal ini menyebabkan para
wanita terdorong untuk berada dalam hak sejajar bersama dengan suami. Sehingga,
mereka menjadi lupa tentang kewajiban agung yang dibebankan padanya, yaitu taat
dan memuliakan suami.
Ini merupakan bentuk tipu daya syaitan
yang membelenggu pemikiran kebanyakan wanita modern sekarang. Cukup
disayangkan, pemahaman seperti ini malah dipromosikan oleh wanita-wanita “muslimah”
yang mengaku telah mengenal modernisasi ala barat.
Padahal, hak Suami bagi wanita adalah
hak yang sangat besar. Hak tersebut wajib ditunaikan setelah hak-nya Allōh dan
Rasul-Nya. Bahkan, dapat dikatakan Suami adalah makhluk pertama yang harus
dimuliakan setelah Nabi Muhammad shallallōhu ’alaihi wa sallam.
Keagungan Hak Suami tersebut telah Rasūlullōh
shallallōhu ’alaihi wa sallam gambarkan,
لَوْ كُنْتُ
آمُرُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْـمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَا وَلاَ تُؤَدِّي الْـمَرْأَةُ حَقَّ اللهِ عَلَيْهَا كُلَّهُ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ
زَوْجِهَا عَلَيْهَا...
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud
kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah
terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya...” (HR. Ahmad,4/381
dishahihkan Al-Albani, lihat Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no.
3366).
Jadikan Tujuan Hidup
Ketaatan pada suami harusnya dijadikan
salah satu pencapaian utama seorang Muslimah. Karena dengan ketaatan pada suami yang didasari
niat ikhlas, tiadalah akan menyebabkan kecuali tumbuhnya cinta dan ridha suami
pada istrinya. Ridha suami inilah yang kemduian akan mengantarkannya ke jannah
ketika sang wanita tersebut meninggal.
Sebagaimana yang Rasūlullōh shallallōhu
’alaihi wa sallam sabdakan,
ﺃَﻳُّﻤَﺎ
ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻣَﺎﺗَﺖْ ﻭَﺯَﻭْﺟُﻬَﺎ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﺭَﺍﺽٍ ﺩَﺧَﻠَﺖِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Wanita mana saja yang meninggal dunia
lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi
no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854 dinyatakan hasan gharib oleh Tirmidzi sendiri).
Semoga Allahu ta'alaa menggolongkan kita menjadi ahli jannah bersama keluarga kita. Baarakallohu fiikum. Wallōhu a'lam.
Diketik di Trangsan-Gatak Sukoharjo
diselesaikan di Baluwarti-Pasar Kliwon Surakarta Hadiningrat
Abu Fāhima Al Ahimzā
0 komentar:
Posting Komentar