Kamis, 28 Juli 2016

BERIKAN UDZUR UNTUK SAUDARAMU


Dalam interaksi kepada sesama manusia pasti kita akan selalu mendapati kesalahan orang lain, baik secara langsung atau tidak. Kesalahan tersebut kadang membuat kita semakin membenci atau menghakimi seseorang secara sepihak. Lebih parah lagi, terkadang kita malah semakin dalam untuk mencari kesalahan pada orang tersebut lebih dalam.

Padahal, dalam ajaran Islam diajarkan untuk menutupi kesalahan sesama saudaranya yang beriman. Sebagaimana Rasululloh shallallohu ‘alahi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba (Allah) selama hamba (Allah) itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699).

Akhlaq Yang Lebih Tinggi

Pada tingkat keindahan akhlaq seorang muslim yang lebih baik dari menutupi aib saudaranya adalah memberikan udzur kepada saudaranya. Udzur di sini dapat diartikan keringanan atau toleransi yang kita berikan ketika kita melihat kelemahan yang muncul pada sesama orang beriman. Sebuah perkataan indah dari seorang Ulama tentang indahan akhlaq ini,
الْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ ْمَعَاذِيْرَ إِخْوَانِهِ وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ الْعَثَرَاتِ
“Seorang mukmin (sejati) mencari udzur bagi saudara-saudaranya, sedangkan orang munafik mencari-cari kesalahan saudara-saudaranya”.

Bahkan, Abu Qilabah 'Abdullah bin Zaid al-Jarmi rahimahulloh menggambarkan,
إِذّا بَلَغَكَ عَنْ أَخِيْكَ شَيْءٌ تَكْرَهُهُ فَالْتَمِسْ لَهُ الْعُذْرَ جهْدَكَ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ لَهُ عُذْرًا فَقُلْ فِيْ نَفْسِكَ: لَعَلَّ لأَخِيْ عُذْرًا لاَ أَعْلَمُهُ
“Jika sampai kepadamu kabar tentang saudaramu yang kau tidak sukai, maka berusahalah mencari udzur bagi saudaramu itu semampumu, jika engkau tidak mampu mendapatkan udzur bagi saudaramu, maka katakanlah dalam dirimu, 'Mungkin saudaraku punya udzur yang tidak kuketahui'.” (Al-Hilyah,II/285).

Jangan Berlaku Sebaliknya!

Sikap menunda udzur dan mendahulukan prasangka jelas terlarang dalam Islam. Hal ini termasuk akhlaq yang tidak terpuji, sebagaimana Allah ‘azza wa jalla firmankan dalam Al Quran,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al-Hujurat:12).

Tiadalah prasangka dan mencari kesalahan kecuali akan mendatangkan permusuhan di kalangan orang beriman dan inilah bentuk tipu-daya syaithan...

إِنَّمَا يُرِيْدُ الشِّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ...
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian...” (QS. AlMaidah:91)

Kita berlindung kepada Allah dari bentuk tipu daya syaithan dalam memecah belah kaum Muslimin. Semoga Allah selalu menjadikan kita hamba-Nya yang bersaudara dan saling mencintai terhadap sesama. Wallahu musta’aan

Baarakallohu fiikum. Wallahu subhaanahu wa ta’alaa a’lam.


Ditulis di SD Islam Sunan Kalijaga Program Khusus Surakarta
Abu Faahima Al Ahimzaa

0 komentar:

Posting Komentar