Saya berkali-kali dapat Broadcast di media sosial tentang 'Ali bin
Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu dengan menuliskan gelar yang salah dan
berlebihan. Beberapa contohnya, antara
lain :
1. Imam Ali AS
2. Ali bin abi thalib AS, dsb
AS dimaksudkan di sini adalah singkatan dari 'Alahi wa sallam. Panggilan atau gelar yang
harusnya hanya disematkan untuk para Rasul-rasul Allah. Sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa ta'alaa,
وَسَلامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ
"Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul."(QS.
Ash-Shaffaat:181).
Mengapa Shahabat Nabi 'Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu
tidak boleh dipanggil dengan AS?
Padahal, Beliau termasuk shahabat terbaik dan utama, di antaranya
sebagai Assabiqunal Awwalun, Khalifah Ar Rasyiddin dan Ahlul Bait
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, dll.
1. Allah telah melarang panggilan khusus kepada Nabi dan Rasul
disematkan kepada yang lain
Allah 'Azza wa jalla berfiman,
لَّا تَجْعَلُوا دُعَاءَ
الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا...
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu
seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)..."(QS.An
Nuur:63).
Panggilan ‘alahi salam (untuknya kesejahteraan/keselamatan)
adalah keistimewaan yang disematkan untuk para Nabi dan Rasul Allah dari Nabi Adam
‘alahi salam hingga ‘Isa ‘Ibnu Maryam ‘alahi salam. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa ta'alaa di atas,
وَسَلامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ
"Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul."(QS.
Ash-Shaffaat:181)
Khusus dan keistimewaan untuk Rasul terakhir, Nabi kita Muhammad shallallaahu
'alaihi was sallam kita harus menyertakan shalawat dan salam ketika nama Beliau
disebut, sebagaimana perintah Allah subhanahu wa ta’alaa,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. Al Ahzab:56).
Bahkan, Beliau shallallaahu 'alaihi was sallam menekankan
pentingnya bershalawat sebagaimana sabdanya,
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ
ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Celakalah orang yang ketika namaku disebut, dia tidak
bershalawat untukku.” (HR. Ahmad 7451, Turmudzi 3545, dan dishahihkan
Syuaib al-Arnauth).
2. Kita dilarang berlebih-lebihan kepada orang shalih
Kita dilarang berlebih-lebihan pada orang shalih dalam memberi panggilan
dan pujian, karena akan membuka pintu keburukan. Beberapa diantaranya adalah
sifat taqlid buta dan yang paling parah bisa menyeret pelakunya pada
kesyirikan yang nyata.
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul juga
tidak mau dilebih-lebihkan di atas hal yang bukan haknya, karena Beliau
khawatir nantinya sifat berlebihan tersebut bisa menyeret kepada kesyirikan
sebagaimana yang terjadi pada kaum Nashrani. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
bersabda,
لاَ تُطْرُونِي كَمَا
أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ
اللهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku seperti orang-orang
Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji (‘Isa) putra Maryam. Sesungguhnya aku
hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan
Rasul-Nya” (HR. Bukhari).
Sehingga, selayaknya kita tidak perlu memanggil orang-orang shalih
dengan panggilan yang berlebih-lebihan (yang tidak dituntunkan dalam Al Quran
maupun Sunnah yang shahih) walaupun dia adalah seorang shahabat Nabi
radhiyallaahu ‘anhu (dalam hal ini adalah ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu).
Perilaku
berlebihan terhadap ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu telah ditunjukkan
oleh orang-orang syi’ah (rafidhah). Syaikh Shalih
Al Fauzan rahimahullaah mengatakan, “Orang-orang
yang berlebihan dalam mencintai Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu adalah Syi’ah Rafidhah.
Mereka mengangkat derajad Ali radhiallahu ’anhu melebihi derajat kenabian.
Tidak hanya itu, diantara mereka ada yang lancang mengatakan bahwa Ali adalah
tuhan.” (Kitabut Tauhid, hal. 92).
3. Menempatkan Hak ‘Ali sebagaimana Haknya
Sebagaimana telah dibahas di atas ‘Ali Bin Abi Thalib adalah salah
seorang shahabat yang utama. Hal tersebut terdapat dalam banyak sekali
periwayatan shahih. Kita sebagai umat Islam harus menempatkan beliau
sebagaimana hak dan kedudukan beliau dalam Islam, tidak boleh dilebihkan dan
dikurangi.
Beberapa kelebihan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, antara lain :
1. Salah satu As Saabiquunal Awwaluun (السَّابِقُونَ
الأَوَّلُونَ)
Beliau salah satu shahabat yang masuk Islam pertama. Walaupun, ada
khilafiyah di antara ulama apakah ‘Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah
atau Abu Bakr yang pertama masuk Islam dari golongan laki-laki (Silahkan baca Sirah
An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/245-262).
Sebagaimana As Saaabiquunal Awwaluun ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallaahu ‘anhu merupakan shahabat yang selalu masuk dalam keutamaan karena
berkontribusi dalam hampir di setiap peristiwa besar dan penting dalam
perjuangan Islam, seperti : Hijrah (Beliau termasuk Muhajirin, yaitu orang-orang
yang berhijrah dari Makkah ke Madinah), Perang Badr (Ahlu Badr), Orang yang
berbaiat di bawah pohon (Ahlu Bai’ati Ridhwan), dll. (Ta’liq ‘Aqidah
Thahawiyah, Syarah ‘Aqidah Thahawiyah Darul ‘Aqidah, hal. 492-494).
2. Menantu, Sepupu dan Ahli Bait Nabi Shallallaahu ‘alahi wa sallam
Dari
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu berkata, “ Ketika ayat dibawah ini
turun,
فَقُلْ
تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَآءَنَا وَأَبْنَآءَكُمْ
“Marilah
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu.” (QS. Ali Imran: 61). Maka,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Ali, Fathimah, Hasan dan
Husain, lalu Beliau bersabda,
اَللَّهُمَّ
هؤلآءِ أَهْلِي
“Ya
Allah, mereka adalah keluargaku.” (HR. Muslim, Fadhail as-Shahabah IV/1871)
.
Telah
kita ketahui bahwa ‘Ali bin Abi Thalib bin ‘Abdul Munthalib radhiyallaahu ‘anhu
adalah sepupu Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam dari jalan bapak beliau. ‘Ali
juga merupakan suami putri Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam, Fathimah Az
Zahra radhiyallaahu ‘anha.
3. Salah Seorang Khalifah Ar Rasyiddin (Khalifah yang
disebutkan dalam Nubuwah)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خِلاَفَةُ
النُّبُوَّةِ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً، ثُمَّ يُؤْتِي اللهُ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاء
“Khilafah
Nubuwah ada tiga puluh tahun, kemudian Allah akan memberikan kekuasaan-Nya
kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad V/220-221 dihasankan oleh al-Albani
rahimahullaah juga menghasankannya dalam takhrij Syarh Aqidah Thahawiyah hal.
473).
Perlu
diketahui, masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu adalah dua
tahun tiga bulan, kemudian masa kekhalifahan Umar radhiyallaahu anhu sepuluh
tahun setengah, kemudian dilanjutkan masa kekhalifahan Utsman radhiyallaahu
‘anhu dua belas tahun, masa kekhalifahan Ali radhiyallaahu ‘anhu
empat tahun sembilan bulan, dan masa kekhalifahan Hasan bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhuma
enam bulan. Sehingga, masa kekhalifahan ‘Ali masih termasuk dalam
kekuasaan Nubuwah sebagaimana yang dikhabarkan Nabi shallallaahu ‘alahi wa
sallam.
4.
Beliau adalah termasuk orang kepercayaan Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam
Sa’ad
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali radhiyallahu
‘anhu.
أنْتَ مِنِّي
بِمَنْزِلَةِ هَارُوْنَ مِنْ مُوْسَى ، إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي
“Engkau
(‘Ali bin Abi Thalib) di hadapanku ibarat Harun di hadapan Musa, hanya saja
tidak ada lagi Nabi sesudahku.” (HR. Bukhari, Fadhail as-Shahabah V/71, al-Maghazi
VIII/112. Muslim, Fadhail as-Shahabah II/1870-1871).
5.
Komandan di Perang Khaibar dan Orang yang dijanjikan Kemenangan atasnya
Dari
Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu , ia mengatakan, “Sesungguhnya pada hari
perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
)لأُعْطِيَنَّ
هَذِهِ الرَّايَةَ غَداً رَجُلاً يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ، وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ) قَالَ : فَبَاتَ النَّاسُ
يَدُوْكُوْنَ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا ؟ فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّاسُ
غَدَوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ –صلى الله عليه وسلم- كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ
يُعْطَاهَا، فَقَالَ : (أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ؟) فَقِيْلَ : هُوَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ، قَالَ : (فَأَرْسِلُوْا إِلَيْهِ) فَأُتِيَ
بِهِ فَبَصَقَ فِي عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ كَأَنْ لَمْ يَكُنْ ِبهِ
وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ
“Sesungguhnya
Aku akan memberikan bendera (komando) ini besok kepada seseorang yang melalui
kedua tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia menyintai Allah dan
Rasul-Nya, dan Allah serta Rasul-Nyapun menyintainya.” Sahl berkata, “Maka
orang-orangpun berjaga pada malam hari itu, membicarakan siapa yang (besok)
akan diberi bendera. Ketika pagi hari tiba, maka mereka bersegera menuju
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , masing-masing berharap akan diberi
bendera. Maka Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Dimana Ali bin
Abi Thalib?” Lalu dijawab, “Dia sedang menderita sakit kedua matanya wahai
Rasulullah. Beliau bersabda, “Utuslah, jemputlah ia”. Maka
didatangkanlah ‘Ali, lalu Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam meludahi kedua
matanya dan mendoakannya. Maka sembuhlah seakan-akan tidak pernah ada
penderitaan pada ‘Ali. Maka Nabipun memberikan bendera kepada ‘Ali.” (HR.
Bukhari, al-Jihad VI/144, Fadhail as-ShahabahVII/70, al-Maghazi VII/476. Muslim
, Fadhail as-Shahabah IV/1872).
6.
Pembenci Beliau adalah Golongan orang-orang Munafik
Dari
Zir bin Hubaisy, ia mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
berkata,
وَاللهِ إِنَّ
لَمِمَّا عَهِدَ إِلَيَّ النَّبِيُّ –صلي الله عليه وسلم- أَنَّهُ لاَ يُبْغِضُنِي
إِلاَّ مُنَافِقٌ وَلاَ يُحِبُّنِي إِلاَّ مُؤْمِنٌ
“Demi
Allah, sesungguhnya diantara apa yang ditetapkan kepadaku oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa salam, ialah bahwasanya tidak ada orang yang membenciku kecuali munafik,
dan tidak ada yang menyintaiku kecuali mukmin.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad
I/84)
Ahlus Sunnah menempatkan Kedudukan ‘Ali
sebagaimana mestinya
Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
يَهلكُ فيَّ
رجلان مُحبٌّ مُفرِط ومُبغِض مفتَر
“Ada
dua orang (kelompok) yang binasa karena sikap mereka terhadapku, (1) orang yang
berlebihan dalam mencintaiku, (2) dan orang yang membenciku lagi berdusta (atas
namaku).” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad: 1240).
Selain
ada kelompok yang berlebihan kepada beliau, yaitu Syi’ah terdapat kelompok yang
membenci dan mengkafirkan beliau dan ahlul Bait lainnya. Mereka adalah kaum
Khawarij dan Naashibi (kaum yang membenci Ahlul Bait). Baik Syi’ah maupun
Khawarij maka keduanya dalam kebinasaan dan kesesatan yang nyata sampai hari
ini.
Syaikh
Shalih Al Fauzan rahimahullaah berkata, “Sementara, Ahlus Sunnah Wal Jamaah
mereka berlepas diri dari sikap Syi’ah Rafidhah yang berlebihan dalam
memuliakan Ali dan Ahlul Bait lainnya, hingga mengklaim bahwa ahlul bait adalah
orang-orang yang ma’shum. Ahlus Sunnah juga berlepas diri dari sikap
An-Nawashib yang menampakkan permusuhan dan mencela Ahlul Bait yang istiqamah. Mereka
juga berlepas diri dari perilaku Ahlul Bid’ah dan Khurafat yang bertawassul
dengan Ahlul Bait dan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan yang diibadahi
selain Allah.” (Kitabut Tauhid, hal. 92).
Terakhir,
dari pembahasan di atas telah jelas bahwa pemberian gelar dan pujian yang
berlebih-lebihan kepada 'Ali radhiyallaahu 'anhu dikhawatirkan akan terjatuh
kedalam sifat ashabiyah (fanatik) dan taqlid sebagaimana orang-orang syi'ah
yang memuja beliau. Tapi, kita sebagai Muslim juga tidak boleh mengurangi hak
dan kedudukan beliau, sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadist-hadist
shahih.
Sebagai
Ahlus Sunnah selayaknya kita memanggil beliau dengan gelar… Radhiyallaahu ‘anhu
(semoga Allah meridhai Beliau) sebagaimana panggilan untuk seluruh shahabat
Nabi shallallaahi ‘alahi wa salam, generasi terbaik dalam Islam, orang-orang
yang yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa salam dan menyaksikan
bagaimana wahyu dari langit turun.
Merekalah
orang-orang yang diridhai oleh Allah dan mereka juga ridha kepada Allah. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ
اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang
Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah
ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah:100).
Wallahu
ta'alaa a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar