Rabu, 07 Januari 2015

Antara Tradisi Budaya, Agama dan Kejahiliyahan?

Salah satu ciri orang jahiliyyah menurut Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah orang yang tidak mengikuti dalil Al Quran dan As Sunnah, serta enggan mentaati Allah y dan Rasul-Nya s lalu berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang dan masyarakat yang ada.

Sifat ini termasuk sifat yang tercela. Seseorang itu tumbuh dari agama keluarga (bapaknya) atau agama tuannya atau agama masyarakat yang ada di negerinya. Sebagaimana, seorang anak itu tumbuh dari agama kedua orang tuanya atau orang yang merawatnya atau dari masyarakat sekitarnya. Ketika anak tersebut baligh (dewasa), maka barulah ia dikenai kewajiban untuk mentaati Allah  dan Rasul-Nya s. Janganlah seperti yang mengatakan,

ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻗِﻴﻞَ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺑَﻞْ ﻧَﺘَّﺒِﻊُ ﻣَﺎ ﺃَﻟْﻔَﻴْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺁَﺑَﺎﺀَﻧَﺎ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Al Baqarah: 170).

Orang Jahiliyyah Mengagungkan Tradisi daripada Wahyu

Setiap orang yang tidak mengikuti dalil Al Quran dan As Sunnah, enggan mentaati Allah y dan Rasul-Nya s lalu berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang dan masyarakat yang ada. Itulah yang disebut orang Jahiliyyah dan layak mendapat celaan. Begitu pula orang yang sudah jelas baginya kebenaran dari Allah y dan Rasul-Nya s lantas ia berpaling pada adat istiadat, itulah orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan hukuman. (Majmu’ Al Fatawa , 20: 225).

Akankan kita memilih menjadi orang yang mempunyai ciri kejahiliyahan yang secara buta mengikuti tradisi dan budaya masyarakat, walaupun bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya? Semoga saja tidak, waiyyadzubillah.

Referensi:
Majmu’atul Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

0 komentar:

Posting Komentar