Selasa, 04 November 2014

Mahar harus Mahal?

Mahar atau maskawin (arab : المهر), secara  terminologi artinya pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami. Allahu ta'alaa berfirman,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." (QS. An-Nisaa' : 4)
Mahar Hukumnya Wajib
Mahar adalah pemberian yang dilindungi dan diwajibkan Allah untuk diberikan kepada wanita; bukan hanya sebagai imbalan tapi sesuatu yang wajib untuk berikan secara mutlak, bertujuan memenuhi hak-hak suami dan istri. Bagaimanapun alasannya, mahar tidak dapat digugurkan (walaupun pihak wanita ridha) kecuali setelah akad. (‘Audatul Hijaab, II/298). Hal ini sesuai dengan ayat, 
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً
Maka berikanlah kepada mereka maharnya secara sempurna/ wajib.” (QS. An-Nisaa’ : 24)

Catatan Penting tentang Mahar :
1.  Maharnya mudah (tidak terlalu mahal dan memberatkan) bagi calon Suami
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمُهَا
"Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya." (HR. Ahmad, no. 23957 dan Al-Hakim, II/181) ‘Urwah berkata: “Yaitu, memudahkan rahimnya untuk melahirkan.”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْـرُ النِّكَـاحِ أَيْسَـرُهُ
"Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.'" (HR. Abu Dawud, no. 2117)
Dalam riwayat lain Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ النَّكَـاحِ بَرَكَةً أَيَْسَرُهُ مُؤْنَةً
"Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya." (HR. Ahmad, no. 24595)

2. Suami dilarang mengambil Maharnya kembali
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَعْظَمَ الذُّنُوْبِ عِنْدَ اللهِ رَجُلٌ تَزَوَّجَ امْرَأَةً، فَلَمَّا قَضَـى حَـاجَتَهُ مِنْهَا طَلَّقَهَا، وَذَهَبَ بِمَهْرِهَـا، وَرَجُلٌ يَسْتَعْمِلَ رَجُلاً فَذَهَبَ بِأُجْرَتِهِ، وَآخَرَ يَقْتُلُ دَابَّةً عَبَثًا.
"Dosa paling besar di sisi Allah ialah orang yang menikahi wanita lalu ketika telah menyelesaikan hajatnya darinya, maka dia menceraikannya dan pergi dengan membawa maharnya, orang yang mempekerjakan seseorang lalu pergi dengan membawa upahnya dan seorang yang membunuh binatang dengan sia-sia." (HR. Al-Hakim, II/182).

3.  Besar Nominal (nilai) Mahar
Pendekatan fikih untuk pembahasan semacam ini adalah berapa batas minimal mahar yang dibolehkan dalam pernikahan. Beberapa periwayatan yang bisa dijadikan tijauan :
a. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan dengan bacaan Al-Qur-an dan tanpa mahar (Harta)
lihat (lihat HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472),
b. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merekomendasikan Pernikahan Dengan Mahar Emas Seberat Biji.
(lihat HR. Al-Bukhari no. 5148)
c. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kemudahan dalam Mahar agar kita meneladaninya. (lihat HR. Abu Dawud no. 2126)
d. Kisah Ummu Sulaim Bersikap toleran dalam mahar ketika dilamar Abu Thalhah. (lihat HR. An-Nasa-i no. 3341)
e. Mahar ketika masih ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah 10 auqiyah (ons) perak/ 400 dirham.
(lihat HR. An-Nasa'i no. 3348 dan Ahmad no. 8589)
f. dll

Para Ulama meberikan beberasa isyarat tentang nomimal Mahar :
1. Jangan memberatkan salah satu pihak
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, "Artinya, larangan memperbanyak mahar ini bertalian dengan keadaan suami.". Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Seseorang dimakruhkan memberi mahar kepada wanita dengan suatu mahar yang menyulitkan dirinya sendiri jika ia membayarkannya kontan, dan ia tidak mampu untuk melunasinya jika sebagai hutang." (Majmuu’ Fataawaa, 32/192)

2. Nominalnya tidak melebihi mahar Istri Nabi dan Anak Beliau
“Disunnahkan meringankan mahar dan tidak melebihi mahar yang diperoleh para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anak-anaknya. (Majmuu’ Fataawaa, 32/192).

3. Jangan Sombong karena Nilai Mahar
"Apa yang dilakukan sebagian orang yang tidak ramah, sombong dan riya' berupa memperbanyak mahar untuk tujuan riya dan bermegah-megahan, sebenarnya mereka tidak berniat mengambilnya dari suami, dan dia tidak pula berniat memberikannya kepada mereka. Ini adalah kemunkaran yang buruk, menyelisihi Sunnah, keluar dari syari’at."(Majmuu’ Fataawaa, 32/193).

4. Mahar secara Nominal mempunyai ukuran di mata Masyarakat
Imam As-Syafii mengatakan,
أقل ما يجوز في المهر أقل ما يتمول الناس وما لو استهلكه رجل لرجل كانت له قيمة وما يتبايعه الناس بينهم
Minimal yang boleh dijadikan mahar adalah harta ukuran minimal yang masih dihargai masyarakat, yang andaikan harta ini diserahkan seseorang kepada orang lain, masih dianggap bernilai, layak diperdagangkan. (Al-Umm, 5/63).
Pelajaran bisa diambil dalam hadist Sahl 
Hadis dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang menawarkan untuk dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak tertarik dengannya. Hingga ada salah seorang lelaki yang hadir dalam majelis tersebut meminta agar beliau menikahkannya dengan wanita tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقالَ: اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ، فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، مَا وَجَدْتُ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ : مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ، إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ. فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسَهُ قَامَ، فَرَآهُ رَسُوْلُ للهِ مُوَالِيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: مَاذَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ؟ قال: مَعِيْ سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَة كَذَا –عَدَّدَهَا- فَقاَلَ: تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: اذْهَبْ، فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?” “Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya. “Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya. Rasulullah n bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”. Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.” “Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.” Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut. Ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Apa yang kau hafal dari Al-Qur`an?” “Saya hafal surah ini dan surah itu,” jawabnya. “Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. “Iya,” jawabnya. “Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau hafal,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)

Dalam Fatwa Islam menjelaskan hadis Sahl di atas,
وفي هذا الحديث أنه يجوز أن يكون الصداق قليلاً وكثيراً مما يُتمول إذا تراضى به الزوجان لأن خاتم الحديد في نهايةٍ من القلة ، وهذا مذهب الشافعي وهذا مذهب جماهير العلماء من السلف والخلف ….أنه يجوز ما تراضى به الزوجان من قليل وكثير كالسوط والنعل وخاتم الحديد ونحوه
Hadis ini menunjukkan boleh memberikan mahar sedikit maupun banyak, yang masih dianggap harta, apabila suami istri sepakat menerimanya. Karena cincin besi adalah harta yang sangat murah nilainya. Inilah madzhab As-Syafii dan pendapat mayoritas ulama masa silam dan generasi akhir…, mereka berpendapat ukuran mahar adalah yang disepakati kedua pihak suami istri, baik banyak maupun sediikit, seperti cambuk, sandal, cincin besi, atau semacamnya. (Fatwa Islam no. 3119).

Jika Tidak Memiliki Nilai, Tidak Bisa Disebut Mahar
Dari penjelasan di atas, nilai minimal benda yang bisa dijadikan mahar adalah benda yang masih bisa disebut harta, sehingga orang akan menghargainya. Karena itu, ketika ada mahar yang tidak memiliki nilai, maka belum bisa dianggap mahar, dan suami berkewajiban menggantinya dengan benda yang lebih bernilai.
Imam An-Nawawi mengatakan,

ليس للصداق حد مقدر بل كل ما جاز أن يكون ثمنا أو مثمنا أو أجرة جاز جعله صداقاً فإن انتهى في القلة إلى حد لا يتمول فسدت التسمية
Tidak ada ukuran untuk mahar, namun semua yang bisa digunakan untuk membeli atau layak dibeli, atau bisa digunakan untuk upah, semuanya boleh dijadikan mahar. Jika nilainya sangat sedikit, sampai pada batas tidak lagi disebut harta oleh masyarkat, maka tidak bisa disebut mahar. (Raudhatut Thalibin, 3/34).

Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan :
1. Mahar adalah hak calon Istri secara mutlak dan akan menjadi hartanya.
2. Mahar hukumnya wajib dibayarkan kepada Istri dan haram untuk diminta kembali.
3. Jumlah nominal mahar tidak dibatasi secara syariat tapi dengan beberapa catatan :
    a. batasan ke atas yaitu tidak memberatkan calon suami
    b. batasan ke bawah yaitu mempunyai nilai (masih dianggap harta)
4. Beberapa etika nilai mahar adalah :
    a. tidak lebih mahal dari pada mahar Istri Nabi shallallahu 'alahi wassallam dan anak Beliau.
    b. hindari nilai mahar yang menyebabkan kesombongan, riya' dan menyebabkan dosa serupa.

Wallahu ta'ala a'lam bish shawwab.

0 komentar:

Posting Komentar