Oleh
: Ustd. Muhammad Abduh Tuasikal
Segala
puji bagi Allah, Rabb pengatur alam semesta. Shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Mungkin di antara kita ada yang
tidak mengetahui apa itu mahrom dan siapa saja yang termasuk mahromnya.
Padahal mahrom ini berkaitan dengan banyak masalah. Seperti tidak bolehnya wanita bepergian jauh (bersafar) kecuali dengan mahromnya. Tidak boleh seorang laki-laki dengan wanita berduaan kecuali dengan mahromnya. Wanita dan pria tidak boleh jabat tangan kecuali itu mahromnya. Dan masih banyak masalah lainnya.
Padahal mahrom ini berkaitan dengan banyak masalah. Seperti tidak bolehnya wanita bepergian jauh (bersafar) kecuali dengan mahromnya. Tidak boleh seorang laki-laki dengan wanita berduaan kecuali dengan mahromnya. Wanita dan pria tidak boleh jabat tangan kecuali itu mahromnya. Dan masih banyak masalah lainnya.
Yang
dimaksud mahrom[1] adalah wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki. Mengenai
mahrom ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا
قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (٢٢) حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ
وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي
أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ
الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (٢٣)
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا
بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
“Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu)
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.”
(QS. An Nisa’: 22-24)
Mahrom
di sini terbagi menjadi dua macam:
1.
Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi
selamanya; dan
2. Mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada
kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal. Berikut
kami rinci secara ringkas.
1.
Mahrom Muabbad
Mahrom
muabbad dibagi menjadi tiga:
a.
Karena nasab,
b.
Karena ikatan perkawinan (mushoharoh),
c.
Karena persusuan (rodho’ah).
a.
Mahrom muabbad karena nasab ada
tujuh wanita:
1) Ibu.Yang termasuk di sini adalah ibu kandungnya, ibu dari ayahnya, dan neneknya (dari jalan laki-laki atau perempuan) ke atas.
2) Anak perempuan.
Yang termasuk di sini adalah anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus ke bawah.
3) Saudara perempuan.
4) Bibi dari jalur ayah (‘ammaat)
Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ayahnya ke atas. Termasuk di dalamnya adalah bibi dari ayahnya atau bibi dari ibunya.
5) Bibi dari jalur ibu (khollaat)
Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ibu ke atas. Termasuk di dalamnya adalah saudara perempuan dari ibu ayahnya.
6) dan 7) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan (keponakan).
Yang dimaksud di sini adalah anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuannya, dan ini terus ke bawah.
b.
Mahrom muabbad karena ikatan
perkawinan (mushoro’ah) ada empat wanita:
1) Istri dari ayah.
2) Ibu dari istri (ibu mertua).
1) Istri dari ayah.
2) Ibu dari istri (ibu mertua).
Ibu mertua ini menjadi mahrom
selamanya (muabbad) dengan hanya sekedar akad nikah dengan anaknya
(tanpa mesti anaknya disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di
dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.
3) Anak perempuan dari istri (robibah).
3) Anak perempuan dari istri (robibah).
Ia bisa jadi mahrom dengan syarat
si laki-laki telah menyetubuhi ibunya. Jika hanya sekedar akad dengan ibunya
namun belum sempat disetubuhi, maka boleh menikahi anak perempuannya tadi. Yang
termasuk mahrom juga adalah anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan
anak perempuan dari anak laki-laki dari istri.
4) Istri dari anak laki-laki (menantu).
4) Istri dari anak laki-laki (menantu).
Yang termasuk mahrom juga adalah
istri dari anak persusuan.
c.
Mahrom muabbad karena persusuan (rodho’ah):
1) Wanita yang menyusui dan ibunya.
2) Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).
3) Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).
4) Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara persusuan).
5) Ibu dari suami dari wanita yang menyusui.
6) Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
7) Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).
8) Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
9) Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.
1) Wanita yang menyusui dan ibunya.
2) Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).
3) Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).
4) Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara persusuan).
5) Ibu dari suami dari wanita yang menyusui.
6) Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
7) Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).
8) Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
9) Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.
Adapun
jumlah persusuan yang menyebabkan mahrom adalah lima persusuan atau lebih.
Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i, pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, Ibnu
Hazm, Atho’ dan Thowus. Pendapat ini juga adalah pendapat Aisyah, Ibnu Mas’ud
dan Ibnu Zubair.
2.
Mahrom Muaqqot
Artinya,
mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara. Wanita yang tidak boleh
dinikahi sementara waktu ada delapan.
1)
Saudara perempuan dari istri
(ipar).
Tidak boleh bagi seorang pria untuk
menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu berdasarkan
kesepakatan para ulama. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh
si suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya
tadi.
2)
Bibi (dari jalur ayah atau ibu)
dari istri.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا
“Tidak
boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR.
Muslim no. 1408)
Namun
jika istri telah dicerai atau meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh
menikahi bibinya.
3)
Ketiga: Istri yang telah bersuami
dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.”
(QS. An Nisa’: 24)
Jika
seorang wanita masuk Islam dan suaminya masih kafir (ahli kitab atau agama
lainnya), maka keislaman wanita tersebut membuat ia langsung terpisah dengan
suaminya yang kafir.
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ
مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ
حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.”
(QS. Al
Mumtahanah: 10)
4) Wanita yang telah ditalak tiga,
maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri
dari laki-laki lain.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ
زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا
إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ
“Kemudian
jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah.”
(QS. Al
Baqarah: 230)
5)
Wanita musyrik sampai ia masuk
Islam.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ
مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
“Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)
Yang
dikecualikan di sini adalah seorang laki-laki muslim menikahi wanita ahli
kitab. Ini dibolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Pada
hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas
kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak
(pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS. Al Maidah: 5)
Adapun
wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki
kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى
الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal
pula bagi mereka.”
(QS. Al
Mumtahanah: 10)
6)
Wanita pezina sampai ia bertaubat
dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim).
Tidak
boleh menikahi wanita pezina kecuali jika terpenuhi dua syarat:
a) Wanita tersebut bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman,
a) Wanita tersebut bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً
وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan
yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan
atas oran-orang yang mukmin”
(QS. An Nur:
3)
Dengan
taubat-lah yang akan menghilangkan status sebagai wanita pezina. Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ
لاَ ذَنْبَ لَهُ
”Orang
yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu
sama sekali.” (HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
b) Istibro’ yaitu menunggu satu kali haidh atau sampai bayi dalam kandungannya lahir. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik. Inilah yang lebih tepat.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
b) Istibro’ yaitu menunggu satu kali haidh atau sampai bayi dalam kandungannya lahir. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik. Inilah yang lebih tepat.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى
تَحِيضَ حَيْضَةً
“Wanita
hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil
istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.”[2]
(HR. Abu Daud
no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
7)
Wanita yang sedang ihrom sampai ia
tahallul.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ
“Orang
yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk menikahkan, dinikahkan dan
meminang.” (HR. Muslim no. 1409, dari ‘Utsman bin ‘Affan)
8)
Tidak boleh menikahi wanita kelima
sedangkan masih memiliki istri yang keempat.
Allah
Ta’ala berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ
“Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat”
(QS. An Nisa’:
3)
Bagi
kaum muslimin dilarang menikahi lebih dari empat istri. Kecuali Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh menikahi lebih dari empat istri dan boleh
menikah tanpa mahar.
Inilah
pembahasan singkat mengenai mahrom. Semoga bermanfaat.
Wa
billahit taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa
shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.
Referensi:
Shahih
Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik hafizhohullah, 3/76-96, Al Maktabah At
Taufiqiyah.
-------------------------------------
[1] Istilah yang tepat adalah mahrom bukan
muhrim. Muhrim adalah orang yang berihram. Muhrim adalah isim fa’il dari kata
“ahroma” yang artinya berihram. Sedangkan mahrom adalah wanita yang haram
dinikahi oleh pria. Mahrom adalah isim maf’ul dari kata “haroma” yang artinya
melarang.
[2]
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan
tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang
kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu
sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi
jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri
yang sedang hamil
Artikel muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar