Oleh : Abu Fahima Fatih Al Ahimza
Sudah
bukan berita baru di dunia dakwah tentang fakta beberapa kelompok dalam Islam
menggunakan bai’at sebagai senjata utama untuk mengikat anggotanya dalam
kelompok. Salah satu tujuan umumnya agar tercipta loyalitas kuat kepada
kelompoknya.
Inilah
hal yang paling kami sayangkan, ketika melihat sebagian teman-teman perjuangan
berpecah belah para firaq mereka, karena urusan Bai'at (Sumpah Setia) pada
kelompoknya.
Padahal syariat
Bai'at itu sejatinya ditujukan untuk Imam kaum Muslimin seluruhnya (Amirul Mu'minin),
bukan kepada pemimpin kelompok sempalan yang akhirnya menjadi firqah yang akan
memecah belah agama dan memupuk sifat taqlid serta kefanatikan di antara mereka
pada kelompoknya sendiri-sendiri.
Dalil yang sering dimanfaatkan oleh kelompok mereka antara lain :
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ
إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَنْ
نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ وَمَنْ
أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Bahwasanya
orang-orang yang ber-bai’at (berjanji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka
ber-bai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Maka barang
siapa yang melanggar bai’at-nya, niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa
pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’at-nya kepada Allah,
maka Allah memberinya pahala yang besar (surga).” (QS. Al-Fath : 10).
Dalil dari
Hadist shahih :
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ
بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa
yang meninggal dan pada lehernya tidak terdapat baiat (tidak berbai’at) maka ia
meninggal dalam keadaan jahiliyyah.” (HR. Muslim no. 4770)
Padahal, Dalil di atas mewajibkan adanya bai’at hanya kepada Imam yang diakui oleh seluruh kaum Muslimin bukan imam yang hanya diakui oleh kelompok-kelompok kecil bahkan sekte-sekte rahasia gerakan bawah tanah.
Bai’at-bai’at dalam sekte-sekte
tesebut jelas merupakan kemungkaran, yang menjadikan kaum Muslimin berpecah
belah sehingga dimungkinkan akan tercipta banyak Imam-imam yang hanya diakui oleh
kelompok-kelompoknya saja, banyak diantaranya hanyak kelompok sempalan yang
bersifat gerakan bawah tanah pemberontakan atau kelompok pembuat makar yang
bertujuan untuk kepentingan tertentu.
Hal ini
jelas melanggar ketentuan Nabi ﷺ tentang
Imam bagi kaum Muslimin. Rasulullah ﷺ melarang adanya lebih dari satu Imam
yang dibaiat, sebagaimana sabda beliau,
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ
فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
"Jika
ada dua khalifah dibai’at, maka bunuhlah yang dibai’at terakhir". (HR.
Muslim).
Bai’at
model ini akan lebih banyak membawa kerusakan di tengah umat dari pada
perbaikan. Fitnah karena bai’at ini menyeret pada hal-hal yang jelas diharamkan
dalam syari’at. Beberapa implikasi negatifnya antara lain :
1.
Bai'at ini menimbulkan perpecahan di dalam umat
Jelas,
dengan bai’at model ini akan tercipta banyak kelompok sempalan yang keluar dari
jama’ah kaum Muslimin. Mereka hanya memberikan loyalitasnya pada pemimpin dalam
kelompoknya saja dan menyangsikan kelompok yang lain.
Padahal
Allah secara tegas melarang perpecahan dalam umat. Allah berfirman,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا
وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
"Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (QS. Ali
Imran:103).
2.Praktek
bai'at model ini tidak ada tuntunan dari Nabi ﷺ
Jika
baiat ini dijalani, jelas-jelas BID'AH karena tidak pernah dituntukan oleh Nabi
ﷺ, Apalagi, sampai menetapkan rukun-rukun, syarat-syarat bai’at
dan mewajibkan anggota kelompok untuk memenuhinya.
Beberapa
ada yang menetapkan mahar dengan jumlah uang tertentu, ada yang mewajibkan
anggota untuk melakukan amalan tertentu. Hal ini jelas perkara baru dalam agama
yang tidak ada contoh dari Nabi ﷺ dan para
shahabat. Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada
(perintahnya dari kami) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Yang paling
penting, bid’ah dalam urusan bai’at ini adalah menetapkan Imam dalam
kelompoknya saja dan Imam itu tidak diakui oleh kaum Muslimin lainnya. Karena
itu bagi siapa saja yang sudah melakukan bai’at model ini, maka bai’atnya BATAL
dan tertolak.
3. Hasil
akhir bai’at model ini adalah mengkafirkan/ merendahkan Muslim di luar kelompoknya
Beberapa
kelompok sempalan (seperti : LDII, NII-dikenal dengan N sebelas) sampai
mengkafirkan kaum Muslimin yang tidak ikut berbai'at kepada Imam mereka.
Menganggap bai’at itu seperti syahadat, mereka yang belum berbai’at artinya
belum bersyahadat.
Tingkatan yang paling ekstrim, mereka menempatkan dimana
orang yang belum berbai’at dengan mereka menjadi kafir dan boleh diperangi (halal
diambil darah dan hartanya) bahkan kepada orang tua/ keluarga mereka sendiri.
Padahal,
Nabi ﷺ melarang mengkafirkan sesama Muslim,
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيْهِ :
يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ
رَجَعَتْ عَلَيْهِ.
“Siapa
saja yang berkata kepada saudaranya,”Hei Kafir”. Maka akan terkena salah
satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada
(orang yang mengucapkan)nya.” (HR. Bukari dan Muslim).
4.
Biasanya Imam yang diangkat untuk dibai’at memiliki kedudukan khusus nan mulia,
bakan melebihi hak Nabi
Beberapa
kasus yang terangkat ke publik antara lain :
a. Imam mereka bebas meminta materi harta kepada
anggotanya, bahkan meminta anaknya untuk dinikahi, dll karena bai’at mereka
tidak mampu menolak.
b. Imam mereka memaksa mereka untuk melakukan
suatu pekerjaan atas nama kelompok tanpa dibayar, mereka menyebutnya dengan
shadaqah.
c. Imam lebih mereka ta’ati dari pada orang tuanya
sendiri.
d. Yang paling ekstrim, beberapa Imam mereka bebas
melanggar syariat (dianggap ma’sum) dan bisa memerintahkan kepada anggotanya
hal yang melanggar syari’at, misalnya berbohong, mencuri, berzina untuk
kelompok dll.
Bai’at
model ini sebenarnya sedikit mengadopsi gaya bai’at kaum Syi’ah dan Ahmadiyah yang
menempatkan Imam mereka dengan kedudukan berlebih-lebihan, bahkan melebihi hak
Nabi ﷺ.
Mereka menggunakan gaya taqiyah (model politis orang-orang syi’ah
yang berbalut kepura-puraan) untuk melancarkan makar mereka.
5.
Bai’at ini menimbulkan kefanatikan kelompok dan taqlid buta pada sosok tertentu
Fanatik
kepada kelompok/ golongan sangat diharamkan dalam Islam. Nabi ﷺ mengingatkan,
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَ
فَارَقَ اْلجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً وَ مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ
رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُوْ إِلىَ عَصَبَةٍ أَوْ
يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ...
“Barangsiapa
yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan jamaah lalu ia mati maka matinya
tersebut adalah mati jahiliyah. Barangsiapa yang berperang di bawah bendera
ummiyyah yang ia marah karena membela golongan (fanatisme golongan) atau
mengajak kepada golongan atau menolong golongan lalu ia terbunuh maka matinya
tersebut adalah mati jahiliyah…” (HR. Muslim: 1848).
Nabi ﷺ memerintahkan
‘ittiba’ dan menjauhi taqlid (mengikuti pendapat tanpa dalil). Dalil yang
dijadikan acuan dalam agama hanyalah Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih.
أَلاَ إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ
وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah,
sesungguhnya aku diberi al-Kitab (Al Qur’an) bersama dengan yang semisalnya (As
Sunnah). Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-Kitab bersama dengan yang
semisalnya.”
(HR. Ahmad,
4/131 dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (1/516)
no: 2643).
SOLUSI
DARI KETIADAAN BAI’AT kepada Amirul Mu'minin
Hukum
asal dari Bai’at ini adalah wajib hanya kepada dua orang :
Pertama, kepada
Pemimpin kaum Muslimin (Khalifah/ Amirul Mu’minin).
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ
اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ
بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa
melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan
Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal
dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.”
(HR. Muslim no. 1851).
Bahkan
Nabi ﷺ melarang kita melepaskan bai’at tersebut,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا
يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا
فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa
yang melihat dari pemimpinnya sesuatu hal yang dia benci maka hendaklah dia
bersabar atasnya, karena sesungguhnya orang yang memisahkan diri dari persatuan
sejengkal (saja) lalu dia mati, maka (tidaklah dia mati) melainkan dalam
keadaan kematian jahiliyah.” (HR. Bukhari no. 7054).
Kedua, kepada
Pemimpin Kafilah (dalam perjalanan jauh/ Amir safar)
Bai’at
ini bersifat sementara hanya ketika dalam melakukan perjalanan saja. Rasulullah ﷺ bersabda,
إذا كان ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Apabila ada tiga orang
melakukan perjalanan jauh, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu dari
mereka sebagai pemimpin.” (HR Abu Daud no. 2609).
Jadi, ketika
tidak ada Amirul Mu'minin dan terjadi perpecahan kelompok-kelompok yang banyak seperti
sekarang, maka wajib bagi kita mengikuti apa yang Nabi ﷺ sudah wasiatkan pada kita.
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ
كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku
wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at
kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari
Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku
nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk
berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah
diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi
geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan
karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah
adalah kesesatan.” (HR. At Tirmidzi no. 2676).
Solusi yang diberikan Nabi ﷺ :
a. Tidak ikut memecah belah agama dengan cara
bergabung dengan aliran sempalan.
b. Tetap berpegang teguh pada Sunnah Nabi ﷺ dan Sunnah para Shahabat Beliau
(karena berpegang teguh di atas
sunnah berarti berdiri di dalam jama’ah walaupun sendirian).
c. Berusaha kuat dalam Sunnah tersebut sekuat-kuatnya.
d. Menjauhi semua amalan bid’ah (termasuk bai’at
model ini).
Demikian
tulisan ini kami sampaikan, agar menjadi perhatian kaum Muslimin akan bahayanya
pemahaman syari’at Bai’at yang salah. Bai’at memang sejatinya diperintahkan
tapi hanya kepada Amirul Mu’minin yang diakui seluruh dunia.
Semoga
dengan tulisan ini para jama’ah masjid-masjid yang ada dapat mewaspadai gerakan
makar ini. Jika, memungkinkan kita bisa melaporkan setiap gerakan seperti ini
kepada stakeholder terkait.
Wallahu
ta’alaa a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar