Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR.al-Bukhari, no. 5763 dan Muslim, no. 2609)
Manusia pasti pernah merasakan marah, tapi ingat Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah memberi nasihat penting bagi seorang shahabat untuk tidak marah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ :
لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam : (Ya Rasulullah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan marah. Beliau menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan marah. (HR. Bukhori)
Ketika seseorang marah tapi mampu menahan marahnya maka dia akan mendapat beberapa keutamaan. Seperti hadist yang saya paparkan di atas, “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”(HR.al-Bukhari, no. 5763 dan Muslim, no. 2609).
Imam al-Munawi berkata, “Makna hadits ini: orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya (ketika itu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin. Dan barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya)”. (Kitab Faidhul Qadiir, 5/358). Inilah Istilah kuat yang dicintai oleh Allah Ta’ala yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah” (HR. Muslim no. 2664).
1. Membaca ta’awudz “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”
Rasulullah shalallahu 'alahi wassalam bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat, jika ia ucapkan kalimat tersebut maka akan reda apa yang sedang ia alami. Apabila ia ucapkan a'udzubillahi minasy syaitanir rajiim (aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk) maka akan hilang yang sedang ia alami." (HR. Bukhari no. 3282 dan Muslim no. 2610).
Hal ini sesuai dengan firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. Al-A'raaf : 200).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ
“Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.”(HR. Abu Dawud no. 4777 dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani).
Imam ath-Thiibi berkata, “(Perbuatan) menahan amarah dipuji (dalam hadist ini) karena menahan amarah berarti menundukkan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan, oleh karena itu Allah Ta’ala memuji mereka dalam firman-Nya :
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali ‘Imran:134)”
"Apabila salah seorang dari kalian marah maka hendaklah ia diam." (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad, 245).
"Apabila salah seorang dari kalian sedang marah, sementara ia berdiri maka hendaklah ia duduk. Jika kemarahan belum juga reda maka hendaklah ia berbaring.". (HR. Abu Dawud no. 4782).
5. Memikirkan betapa jelek penampilannya apabila marah
6. Mengingat agungnya balasan bagi orang yg mau memaafkan
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali ‘Imran:134).”
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS al-Maaidah:8).
Imam Ibnul Qayyim menukil ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.” (Ar-Risalatut tabuukiyyah hal. 33).
Wallahu ta'alam bish shawab.
Diambil dari berbagai Sumber.
0 komentar:
Posting Komentar